Rabu, 16 April 2008

Kejurda Voli Remaja 2008, Kali Pertama Digelar di Plaza

Sebagai Bentuk Kreativitas, Juga untuk Sindiran
Kota Surabaya punya dua tim yang berlaga di Proliga 2008. Keduanya, Surabaya Samator dan Surabaya Bank Jatim, bahkan berstatus sebagai juara bertahan. Tapi, dua tim papan atas itu justru menggunakan GOR Ken Arok Malang sebagai home base. Mengapa? Atmosfer Atrium Plaza Tunjungan III sore itu tidak seperti biasanya. Kalau pengunjung masuk dari arah Sogo, terdengar tiupan peluit yang nyaring, diikuti bunyi keras bola voli yang beradu dengan tangan. Tak jarang, teriakan pemain memenuhi ruangan. Ya, di Atrium Plaza yang megah di Surabaya itu, sedang dihelat Kejuaraan Daerah Voli Remaja 2008.

Tidak ada kata lain yang pantas diucapkan kepada penyelenggara acara tersebut selain: kreatif. Sebab, selama ini, voli belum begitu menyentuh kalangan anak muda, meski penggemarnya tak kalah banyak. Gaung kejuaraan voli kerap kalah keras dibandingkan turnamen basket. Tak jarang basket atau segala turunannya, 3 on 3 maupun streetball, diadakan di mal. Tapi untuk voli, ini memang kali pertama di Indonesia.

Ide pelaksanaan kompetisi voli amatir di pusat perbelanjaan tersebut datang dari Ketua Umum PBVSI Surabaya Anang Iskandar. Pria yang juga menjabat Kapolwiltabes itu sempat bingung ketika Surabaya ditunjuk sebagai tuan rumah kejurda voli remaja tahun ini. "Saya langsung berpikir, mau diadakan di mana ya?" ujarnya.

Karena sasaran kejuaraan itu adalah para remaja, dia jadi ingin mengemasnya menjadi semenarik mungkin. "Bagaimana caranya agar orang awam, yang bukan dari kalangan voli, tertarik nonton kejurda ini. Lalu saya pikir, kenapa tidak diadakan di Atrium Plaza saja, pasti banyak yang ingin melihat," ungkapnya.

Lalu, dipikirkan segala cara supaya Atrium Plaza yang berbentuk oval tersebut bisa digunakan sebagai venue pertandingan olahraga. Perlu kerja ekstrakeras untuk menyulap tempat yang biasanya dipakai pameran dan fashion show itu menjadi sebuah lapangan voli.

Akhirnya, lantai beton berlapis keramik itu ditutup karpet karet. Tiang net diikat kuat-kuat ke lantai karena tentu tidak mungkin ditancapkan. Untuk menahan laju bola terbang ke mana-mana (apalagi banyak gerai makanan di sekitar atrium), dipasanglah jaring setinggi lima meter.

"Kami baru selesai mengerjakan lapangan ini hanya beberapa jam sebelum upacara pembukaan. Sebab, Minggu malam masih ada acara di sini. Kami harus menunggu sampai mereka selesai kukut-kukut, baru kami bisa bikin lapangan," jelas Soetedjo, salah seorang panitia.

Tapi, kerja keras itu terbayar lunas ketika sorenya, Senin (7/4), Atrium langsung penuh disesaki penonton. Bukan hanya suporter dua tim yang sedang berlaga, tapi juga orang yang sedang berbelanja dan kebetulan lewat. "Misi saya hampir tercapai, yaitu menggabungkan olahraga dengan entertainment," tegas Anang puas.

Namun, kemudian muncul dugaan bahwa kejurda itu diadakan di mal karena Surabaya tidak memiliki GOR yang representatif untuk kejuaraan profesional. Anang tidak menampik hal tersebut. "Sebenarnya ide utamanya tetap menggabungkan olahraga dengan hiburan. Tapi, kalau mau disebut sebagai sindiran buat pemkot, ya tidak apa-apa," ujarnya lalu terkekeh.

Dia mengaku, ketiadaan sarana yang memadai juga memaksa dirinya lebih kreatif. "Kalau menurut saya, tiada rotan, akar pun jadi. Tiada gedung voli, plaza pun jadi. Lha, ternyata hasilnya sangat bagus. Tahun depan, kalau masih diberi kesempatan memimpin PBVSI Surabaya, saya akan adakan di mal lagi," jelasnya.

Memang, kata Anang, cukup ironis kota terbesar kedua di Indonesia ini tidak punya GOR voli yang representatif untuk kejuaraan bertaraf profesional. "Untuk tingkat amatir seperti kejurda ini, plaza masih ngatasi. Tapi, untuk sekelas Proliga, gedung olahraga dengan fasilitas lapangan voli mutlak diperlukan," tegasnya.

Anang bukannya tidak berusaha melobi pemkot. "Saya sudah sekitar 17 kali menghadap pemkot. Tapi, sampai sekarang belum terealisasi. Ya kita tunggu saja. Saya tidak akan bosan meminta," kata perwira polisi berpangkat Kombes tersebut sabar.

Ketiadaan sarana itu pula yang membuat dua tim papan atas Proliga asal Surabaya, Samator dan Bank Jatim, tidak bisa menjamu para tamu di kota sendiri. Mereka harus memakai GOR Ken Arok Malang sebagai home base.

Menurut manajer Bank Jatim Eddie Rusyanto, hal itu cukup berpengaruh terhadap kondisi mental para punggawanya. "Beda lho rasanya bermain di kota sendiri dengan bertindak sebagai tuan rumah di kota lain. Di Malang, rasanya kami tetap tamu," ungkapnya.

Sampai kapan Bank Jatim dan Samator yang berdomisili di Surabaya itu harus menggunakan Malang sebagai home base?

Pemkot sudah berjanji membangun megaproyek fasilitas olahraga bernama Surabaya Sport Center (SSC) yang dijadwalkan selesai tahun depan. Tampaknya, untuk menyaksikan tim Surabaya berlaga di kota sendiri, harus menunggu realisasi janji pemkot.

sumber: jawapos.com

0 tanggapan:

Make Money Here!!!